serberita: Sejarah
Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Monday

Candi Jiwa Destinasi Wisata Sejarah di Karawang yang Penuh Misteri

Candi Jiwa, salah satu destinasi wisata sejarah di Karawang, (Foto: W-02)

wartaindustri.id | KARAWANG –
Candi Jiwa menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Karawang bagi yang menyukai sejarah. Terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang.


Situs candi yang masih menyimpan banyak misteri ini, masih dalam satu komplek percandian Batujaya yang memanjang hingga Cibuaya. Candi Jiwa atau Candi Batujaya I menjadi salah satu dari 62 titik candi yang ditemukan di area Batujaya.


Kaisin Sapin (84), warga setempat yang menjadi saksi hidup penemuan candi peninggalan Budha kuno itu, menuturkan bahwa Candi Jiwa adalah satu dari 62 candi yang berhasil ditemukan oleh Tim Penelitian Universitas Indonesia (UI) bersama Tim Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Tim Balai Arkeologi Jawa Barat, dan Balai Pelestarian Pengelolaan Purbakala (BP3) Serang.


Menurutnya, area percandian di Batujaya tersebut sekitar lima kilometer persegi. Dan dari 62 titik temuan hasil penelitian, 57 di antaranya sudah dipastikan sebagai area candi. Sedangkan lima titik lagi belum diteliti lebih lanjut.


Candi Jiwa merupakan situs pertama yang ditemukan di Batujaya. Menurut catatan sejarah, bangunan kuno ini mulai berdiri sejak Abad ke-5 atau ke-7 Masehi, bertepatan dengan masa pemerintahan Kerajaan Tarumanagara.


Pada awalnya benda-benda purbakala ditemukan oleh masyarakat sekitar dan kemudian dilaporkan ke pemerintah. Pada tahun 1984 pun mulai dilakukan penelitian untuk temuan yang ada di area persawahan tersebut. Puluhan situs ditemukan di dua desa yaitu di Tegaljaya sebanyak 11 situs dan di Segaran sebanyak 13 situs.


Candi Jiwa menjadi salah satu situs sejarah yang ditemukan di Segaran. Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Unur Jiwa. Situs-situs sejarah lainnya yang ada di sekitar Candi Jiwa antara lain Unur Danar, Unur Blandongan, dan Unur Sumur.


Penamaan Candi Jiwa berawal dari celotehan masyarakat menyebut tanah duhur, yang bererti tanah tinggi. Kemudian menyebutnya unur yang berarti gundukan tanah.


Kata “jiwa” disematkan pada unur tersebut, karena ternyata seringnya kambing masyarakat yang dibawa ke sana mati mendadak. Seolah-olah sang unur meminta jiwa kambing. Maka dinamailah Unur Jiwa.


Unur Jiwa atau Candi Jiwa memiliki banyak daya tarik dan salah satunya adalah arsitektur bangunannya. Bentuk dari bangunan sejarah ini adalah persegi dengan ukuran 19m x19m dengan ketinggian kurang lebih 4,7m. Arsitektur Candi Jiwa memiliki bentuk yang menyerupai bunga teratai (padma).


Uniknya bangunan candi ini tidak memiliki pintu maupun anak tangga. Arah bangunan candi bisa menghadap ke barat daya atau tenggara.


Berdasarkan cerita dari masyarakat setempat, Candi Jiwa berada di dalam area danau. Hal tersebut dikarenakan nama desa yaitu Segaran yang bisa diartikan sebagai telaga atau danau.


Penemuan Candi tertua ini berada di kedalaman dua meter dengan bentuk asli yang hampir sempurna dibanding candi lain yang ada di kompleks Batujaya.


Setelah pemugaran, Candi Jiwa bisa dinikmati dengan lebih baik tanpa mengubah desain aslinya. Wisatawan bisa melihat dari dekat bagaimana arsitektur pada zaman candi ini dibangun.


Selain lokasi candi, hal-hal menarik lainnya dari situs sejarah ini adalah kisah misteri yang menyelimutinya. Termasuk yang berkaitan dengan penamaannya: Candi Jiwa.


Terlepas dari kisah misteri Candi Jiwa, situs peninggalan sejarah ini sekarang bisa dinikmati sebagai objek wisata sejarah di Karawang.


Candi yang ukurannya tidak sebesar candi-candi Budha lainnya ini sering dikunjungi wisatawan, baik di hari libur maupun hari-hari biasa.


Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Candi Jiwa bisa menikmati pemandangan dari bangunan purbakala.


Bangunan sejarah peninggalan agama Budha ini tidak begitu besar, sehingga pengunjung bisa melihat seluruh sisi bangunan dengan lebih mudah. Pengunjung juga diperbolehkan untuk berfoto-foto di sekitar area candi.


Selain dari bangunan candi, wisatawan yang datang juga akan disuguhi pemandangan indah dari sawah-sawah warga sekitar. Candi Jiwa memang berada di lokasi yang dikelilingi persawahan.


Pemandangan di sekitar kompleks candi juga cukup bagus untuk menjadi latar foto liburan di Candi Jiwa, Karawang.


Jalan menuju Candi Jiwa maupun ke kawasan percandian Batujaya cukup bagus dan mudah untuk diakses dengan kendaraan. Wisatawan bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat untuk mencapai lokasi Candi Jiwa. Setelah itu, kendaraan bisa diparkir di area yang sudah disediakan. (warin 02/warin 03)

Friday

Kaisin Sapin: Tokoh Tua dengan Semangat Muda, Menjaga Situs Candi Jiwa

Kaisin Sapin saksi hidup penemuan Situs Candi Jiwa (Foto: W-02)

wartaindustri.id | KARAWANG -
Usianya tidak muda lagi, namun semangatnya tak kalah dari yang muda. Apalagi kalau bicara soal Candi Jiwa.


Namanya Kaisin Sapin, lahir di Bekasi, 23 Juni 1937 dari pasangan Sapin dan Karsem. Ia termasuk penjaga situs sejarah yang berada di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang tersebut.


Sebagai salah seorang warga yang tersisa yang mengikuti kisah penemuan Candi Jiwa, Kaisin Sarpin bertutur dengan lancar ihwal situs sejarah tersebut, saat ditemui di kediamannya yang tak jauh dari lokasi Candi Jiwa, Kamis (6/5/2021).


Candi Jiwa di Segaran, Batujaya, Karawang (Foto: W-02)

Menurutnya, sekarang sudah ditemukan 62 candi di lokasi yang berbeda, berdasarkan hasil penelitian tim  arkeologi dari Universitas Indonesia (UI), yang dimulai sejak tahun 1984.


Tutur Kaisin, situs yang terbentang dari Batujaya sampai Cibuaya tersebut, diperkirakan berasal dari zaman Kerajaan Tarumanagara, sekitar abad ke-5 sampai abad ke-7 Masehi.


“Saat penelitian itu, saya ikut hadir di area situs. Memperhatikan dan turut mengamankannya,” katanya.


Kaisin, di usianya yang menginjak 84 tahun, kini sudah melepas semua jabatan kepercayaan dari warga lainnya. Puluhan tahun menjabat Ketua RT, Kepala Dusun, kemudian Pengurus Cagar Budaya.


"Hanya satu yang masih dijabat, Ketua DKM AL Mubarokah," tambahnya.


Anak pertama dari sepuluh bersaudra ini, nikah dengan perempuan asli Desa Segaran Kecamatan Batujaya bernama Jener.


Buah pernikahannya, dikaruniai tiga anak yang tinggal tidak jauh dari tempat tinggalnya.


Ketokohan Kaisin Sapin dilontarkan pula oleh penjaga Candi Blandongan, Mahmud Syaripudin.


Tokoh yang banyak tahu asal-usul Candi Jiwa adalah Kaisin Sapin. Malah, dia punya cerita yang dialami sendiri olehnya,” ujar Mahmud.


Tahun 1970, Kaisin pernah membawa ternak domba dua ekor ke unur, yang sekarang bernama Candi Jiwa. Begitu pulang, domba yang satu ekor mati.


Ternyata warga lain pun ada yang punya pengalaman sama. Itulah sebabnya unur (bahasa Sunda: hunyur, gundukan tanah) tersebut dinamai Unur Jiwa. Yang kemudian berubah menjadi Candi Jiwa, ketika di sana ditemukan bebatuan dan bangunan yang diperkirakan berupa candi.


“Masyarakat menamai unur, sesuai dengan apa yang dialami dan dilihatnya. Candi Blandongan, misalnya, itu dulunya Unur Blandongan, karena terlihat seperti blandongan,” papar Kaisin. 


Karena ketokohan dan banyak tahu lokasi situs, maka saat itu ia dipekerjakan dan ikut terlibat dalam berbagai penelitian soal situs Candi Jiwa dan candi-candi lainnya di sana.


Bukti kecintaan Kaisin terhadap budaya  dan sejarah, antara lain tanahnya banyak dipergunkan untuk kepentingan Candi Jiwa, mulai dari penelitian sampai sekarang. (Warin 02)

Wednesday

Gedung SDN Batutulis akan Diubah Jadi Pusat Budaya Bogor

Salah satu gedung SDN yang akan diubah menjadi Pusat Budaya Bogor, (Foto: Net)

wartaindustri.id | BOGOR –
Gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) Batutulis rencananya akan dibangun sebagai Pusat Budaya Bogor. Sedangkan kegiatan belajar-mengajar di SDN Batutulis sudah dipindah ke lokasi lainnya.


Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sopiah, mengatakan hal itu saat mengunjungi kawasan Cagar Budaya Batutulis di Kelurahan Batulis Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor, Rabu (21/4/2021). 


Menurutnya, kunjungan tersebut dalam rangkaian persiapan menyambut penyelenggaraan Kongres Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) 2021 di Kota Bogor, Oktober 2021 mendatang.


Syarifah Sofiah meninjau Cagar Budaya Batutulis didampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor Atep Budiman, dan Camat Bogor Selatan Hidayatullah.


Menurut Syarifah, ketika Kota Bogor menjadi tuan rumah Kongres JKPI pada Oktober 2021, ada situs sejarah yang bisa dilihat, yakni Istana dan situs sejarah Batutulis yang juga menjadi aset nasional.


Kapasitas di kawasan Cagar Budaya Batutulis tersebut, kata dia, ruangannya sangat kecil, tidak dapat menampung puluhan orang sekaligus.


"Tidak bisa menampung peserta JKPI jika datang ke lokasi," katanya,


Karena itu, kata Syarifah, Disparbud Kota Bogor akan melaksanakan pembenahan, khususnya di lokasi Gedung SDN Batutulis, yang akan dibangun lahan parkir dan kawasan yang lebih representatif.


Menurutnya, pembenahan tersebut untuk mendukung keberadaan pusaka yang keadaannya memerlukan perbaikan dan perawatan, sebelum pelaksanaan Kongres JKPI.


Pemerintah Kota Bogor menyiapkan anggaran sekitar Rp450 Juta untuk pembenahan di kawasan Cagar Budaya Batutulis.


"Mudah-mudahan pembenahannya bisa segera dilakukan karena penyelenggaraan Kongres JKPI pada Oktober 2021," katanya.


Syarifah menjelaskan, kewenangan situs pusaka Batutulis ada pada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten, sehingga Pemkot Bogor segera mengundang dan berkomunikasi dengan BPCB untuk menata kawasan situs Batutulis.


"Pembenahan ini tujuannya untuk merawat kepusakaan situs Cagar Budaya Batutulis yang sudah menjadi aset nasional," katanya.


Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, ada dua gedung sekolah yang akan diubah menjadi museum, yakni SDN 2 Batutulis dan SDN 3 Batutulis.  Keduanya berada di Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan. (ant)

Yuk, Kita Tiru Semangat Kartini!

Perayaan Hari Kartini di Pemkab Purwakarta.

Oleh: Yenny Nuraeni

 

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Dan bangsa yang berbudaya adalah yang selalu melahirkan anak bangsa bermanfaat bagi bangsanya.

 

Berbagai kegiatan setiap tanggal 21 April untuk memperingati hari lahirnya tokoh perempuan, pahlawan bangsa, pejuang emansipasi perempuan, yang bernama Kartini.

 

Setiap tahun bangsa Indonesia memperingati tanggal 21 April sebagai hari Kartini. Peringatan ini dilakukan dengan berbagai acara yang berbeda di setiap daerah. Mulai dari anak-anak TK hingga ibu-ibu Dharma Wanita.

 

Banyak acara diselenggarakan. Ada yang membuat karnaval atau fashion show baju daerah, mengadakan lomba-lomba pidato, atau lomba lain yang berkaitan dengan semangat Kartini.

 

Namun sudahkah kita benar-benar mengenal dengan baik tokoh Kartini?

 

Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879. Di usia 24 tahun tutup usia setelah melahirkan.

 

Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan Bupati Jepara saat itu. Sementara ibunya bernama M.A. Ngasirah yang juga merupakan keturunan dari tokoh agama di Jepara yang disegani saat itu, Kyai Haji Madirono.

 

Karena terlahir sebagai anak bupati, tentu hidup Kartini tercukupi secara materi. Ia bahkan berhasil menyelesaikan sekolah di Europese Lagere School (ELS). Padahal pada masa itu, banyak anak-anak seusia Kartini yang tidak bisa bersekolah.

 

Sayangnya setelah menikah dan melahirkan anak pertamanya, Kartini meninggal pada 17 September 1904 dalam usia 24 tahun.

 

Setelah Kartini meninggal barulah pemikiran Kartini tentang perempuan di Indonesia mulai banyak menjadi pembicaraan.  

 

J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda mulai mengumpulkan surat-surat yang pernah ditulis oleh R.A Kartini ketika ia aktif melakukan korespondensi dengan teman-temannya yang berada di Eropa.

 

Akhirnya disusunlah buku yang awalnya berjudul Door Duisternis tot Licht yang kemudian diterjemahkan dengan judul Dari Kegelapan Menuju Cahaya yang terbit pada tahun 1911. Dan kini lebih dikenal dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang".

 

Buku ini kemudian banyak mengubah pemikiran masyarakat Belanda tentang wanita pribumi. Inilah yang akhirnya membuat Kartini diabadikan sebagai salah satu Pahlawan Nasional yang dikenal memperjuangkan hak wanita. Yuk, kita tiru semangat Kartini!

Friday

Asal-usul Nama Desa Karedok di Sumedang

Jembatan gantung melintasi Sungai Cimanuk akses masuk ke Desa Karedok, yang baru dan yang lama. (Foto: Net)

Penulis: Budi Rahayu Tamsyah

 

Wakil Gubernur Jawa Barat baru saja meresmikan Desa Karedok sebagai salah satu Desa Wisata di Jawa Barat, Kamis (8/4/2021).

 

Banyak kalangan heran dengan nama desanya, yaitu karedok. Padahal umumnya orang Sunda tahu, karedok itu makanan khas Sunda sejenis lotek atau gado-gado. Ada karedok leunca, karedok terong, karedok kacang panjang, dan sebagainya.

 

Desa yang terletak di pinggir Sungai Cimanuk itu, secara administratif masuk ke Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang. Posisinya kira-kira dua kilometer sebelah utara Bendungan Jatigede.

 

Lantas mengapa bernama Karedok? Masyarakat setempat punya kisah yang cukup menarik.

 

Dahulu, pada masa Pangeran Aria Suria Atmaja menjadi Bupati Sumedang (1883-1919 M), desa itu hanya sebuah kampung kecil bernama Kampung Dobol. Letaknya memang tidak jauh dari Sungai Cimanuk.

 

Pangeran Aria Suria Atmaja mempunyai hobi ngalintar, yaitu menjala ikan dengan lintar (semacam kecrik) di sungai.

 

Suatu hari Sang Bupati ngalintar di Leuwi Kiara, yang berada di kawasan Kampung Dobol.

 

Namanya juga orang kampung, jika kedatangan menak, tentu selalu berupaya menyenangkan hati sang tamu. Apalagi ini, kedatangan bupati, disebutnya pun tamu agung.

 

Tanpa dinyana, tanpa disangka, Pangeran Aria Suria Atmaja setelah ngalintar di Leuwi Kiara, mendadak datang ke Kampung Dobol. Maksudnya untuk beristirahat.

 

Warga kampung sangat bahagia kedatangan tamu agung. Namun di balik itu, mereka kecewa dan sangat malu karena tidak bisa menyambut sang tamu agung selayaknya. Maklum tanpa persiapan sebelumnya.

 

Padahal saat itu, Pangeran Aria Suria Atmaja tampak kelelahan. Maksudnya datang ke Kampung Dobol itu, ya itu tadi, untuk sekadar melepas lelah. Tinggallah warga Kampung Dobol yang kebingungan, karena tak ada makanan yang layak buat menjamunya.

 

Tak disangka-sangka, ada seorang warga yang menyodorkan karedok kepada Kangjeng Dalem, sebutan untuk bupati saat itu.

 

Maafkan saja, Gusti Dalem, semoga berkenan memaafkan kami, karena di kampung ini tidak ada makanan yang enak,” katanya sambil menyodorkan karedok.

 

“Wah, terima kasih saya disodori makanan. Tampaknya nikmat, karena sudah lama saya tidak makan karedok,” kata Kangjeng Dalem, yang dikenal merakyat itu.

 

Setelah dicicipi, ternyata Kangjeng Dalem tampak lahap, hanya dalam sekejap karedok pun tandas.

 

“Tuh, bener kan, kata saya juga. Karedok ini betul-betul nikmat, sampai tandas begini,” ujar Kangjeng Dalem.

 

Setibanya di Pendopo Sumedang, pengalaman makan karedok di Kampung Dobol, menjadi buah bibir Kangjeng Dalem. Sampai-sampai sesepuh Sumedang dan orang kepercayaannya merasa “uruy” (menelan air liur) mendengar cerita Kangjeng Dalem.

 

“Kalau begitu, saya juga mau tahu karedok Kampung Dobol. Besok-lusa saya akan ke Kampung Dobol, sambil sekalian ngalintar di Leuwi Kiara,” kata sesepuh Sumedang.  

 

Sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya, suatu hari Sesepuh Sumedang pun sengaja datang ke Kampung Dobol. Tentu saja dengan beberapa orang pengiringnya.

 

Karena sudah ada kabar sebelumnya, bakal ada menak lagi yang datang ke Kampung Dobol, warga pun bersiap-siap. Terutama menyiapkan karedok untuk menjamu para tamu.

 

Ketika Sesepuh Sumedang dan rombongannya tiba, langsung dijamu dengan karedok.

 

“Wah, benar saja. Karedok ini nikmat sekali. Pantas lah Kangjeng Dalem kerap bercerita tentang karedok dari kampung ini. Malah sampai menyebut Kampung Karedok segala,” kata Sesepuh Sumedang.

 

Sesepuh Sumedang mengatakan hal itu di depan masyarakat Kampung Dobol.

 

Rupanya perkataan Sesepuh Sumedang itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga setempat. Sampai akhirnya nama Kampung Dobol diganti menjadi Kampung Karedok. Sampai sekarang.

 

Dan sekarang Kampung Karedok berkembang menjadi sebuah desa, namanya Desa Karedok. Desa yang sarat sejarah dan seni budaya Sunda. Pantas jika kemudian ditetapkan menjadi Desa Wisata. (Red)

Ad Placement


Copyright © serberita

Teknologi