Asal-usul Nama Desa Karedok di Sumedang - serberita

Friday

Asal-usul Nama Desa Karedok di Sumedang

Jembatan gantung melintasi Sungai Cimanuk akses masuk ke Desa Karedok, yang baru dan yang lama. (Foto: Net)

Penulis: Budi Rahayu Tamsyah

 

Wakil Gubernur Jawa Barat baru saja meresmikan Desa Karedok sebagai salah satu Desa Wisata di Jawa Barat, Kamis (8/4/2021).

 

Banyak kalangan heran dengan nama desanya, yaitu karedok. Padahal umumnya orang Sunda tahu, karedok itu makanan khas Sunda sejenis lotek atau gado-gado. Ada karedok leunca, karedok terong, karedok kacang panjang, dan sebagainya.

 

Desa yang terletak di pinggir Sungai Cimanuk itu, secara administratif masuk ke Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang. Posisinya kira-kira dua kilometer sebelah utara Bendungan Jatigede.

 

Lantas mengapa bernama Karedok? Masyarakat setempat punya kisah yang cukup menarik.

 

Dahulu, pada masa Pangeran Aria Suria Atmaja menjadi Bupati Sumedang (1883-1919 M), desa itu hanya sebuah kampung kecil bernama Kampung Dobol. Letaknya memang tidak jauh dari Sungai Cimanuk.

 

Pangeran Aria Suria Atmaja mempunyai hobi ngalintar, yaitu menjala ikan dengan lintar (semacam kecrik) di sungai.

 

Suatu hari Sang Bupati ngalintar di Leuwi Kiara, yang berada di kawasan Kampung Dobol.

 

Namanya juga orang kampung, jika kedatangan menak, tentu selalu berupaya menyenangkan hati sang tamu. Apalagi ini, kedatangan bupati, disebutnya pun tamu agung.

 

Tanpa dinyana, tanpa disangka, Pangeran Aria Suria Atmaja setelah ngalintar di Leuwi Kiara, mendadak datang ke Kampung Dobol. Maksudnya untuk beristirahat.

 

Warga kampung sangat bahagia kedatangan tamu agung. Namun di balik itu, mereka kecewa dan sangat malu karena tidak bisa menyambut sang tamu agung selayaknya. Maklum tanpa persiapan sebelumnya.

 

Padahal saat itu, Pangeran Aria Suria Atmaja tampak kelelahan. Maksudnya datang ke Kampung Dobol itu, ya itu tadi, untuk sekadar melepas lelah. Tinggallah warga Kampung Dobol yang kebingungan, karena tak ada makanan yang layak buat menjamunya.

 

Tak disangka-sangka, ada seorang warga yang menyodorkan karedok kepada Kangjeng Dalem, sebutan untuk bupati saat itu.

 

Maafkan saja, Gusti Dalem, semoga berkenan memaafkan kami, karena di kampung ini tidak ada makanan yang enak,” katanya sambil menyodorkan karedok.

 

“Wah, terima kasih saya disodori makanan. Tampaknya nikmat, karena sudah lama saya tidak makan karedok,” kata Kangjeng Dalem, yang dikenal merakyat itu.

 

Setelah dicicipi, ternyata Kangjeng Dalem tampak lahap, hanya dalam sekejap karedok pun tandas.

 

“Tuh, bener kan, kata saya juga. Karedok ini betul-betul nikmat, sampai tandas begini,” ujar Kangjeng Dalem.

 

Setibanya di Pendopo Sumedang, pengalaman makan karedok di Kampung Dobol, menjadi buah bibir Kangjeng Dalem. Sampai-sampai sesepuh Sumedang dan orang kepercayaannya merasa “uruy” (menelan air liur) mendengar cerita Kangjeng Dalem.

 

“Kalau begitu, saya juga mau tahu karedok Kampung Dobol. Besok-lusa saya akan ke Kampung Dobol, sambil sekalian ngalintar di Leuwi Kiara,” kata sesepuh Sumedang.  

 

Sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya, suatu hari Sesepuh Sumedang pun sengaja datang ke Kampung Dobol. Tentu saja dengan beberapa orang pengiringnya.

 

Karena sudah ada kabar sebelumnya, bakal ada menak lagi yang datang ke Kampung Dobol, warga pun bersiap-siap. Terutama menyiapkan karedok untuk menjamu para tamu.

 

Ketika Sesepuh Sumedang dan rombongannya tiba, langsung dijamu dengan karedok.

 

“Wah, benar saja. Karedok ini nikmat sekali. Pantas lah Kangjeng Dalem kerap bercerita tentang karedok dari kampung ini. Malah sampai menyebut Kampung Karedok segala,” kata Sesepuh Sumedang.

 

Sesepuh Sumedang mengatakan hal itu di depan masyarakat Kampung Dobol.

 

Rupanya perkataan Sesepuh Sumedang itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga setempat. Sampai akhirnya nama Kampung Dobol diganti menjadi Kampung Karedok. Sampai sekarang.

 

Dan sekarang Kampung Karedok berkembang menjadi sebuah desa, namanya Desa Karedok. Desa yang sarat sejarah dan seni budaya Sunda. Pantas jika kemudian ditetapkan menjadi Desa Wisata. (Red)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda