Kaisin Sapin: Tokoh Tua dengan Semangat Muda, Menjaga Situs Candi Jiwa - serberita

Friday

Kaisin Sapin: Tokoh Tua dengan Semangat Muda, Menjaga Situs Candi Jiwa

Kaisin Sapin saksi hidup penemuan Situs Candi Jiwa (Foto: W-02)

wartaindustri.id | KARAWANG -
Usianya tidak muda lagi, namun semangatnya tak kalah dari yang muda. Apalagi kalau bicara soal Candi Jiwa.


Namanya Kaisin Sapin, lahir di Bekasi, 23 Juni 1937 dari pasangan Sapin dan Karsem. Ia termasuk penjaga situs sejarah yang berada di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang tersebut.


Sebagai salah seorang warga yang tersisa yang mengikuti kisah penemuan Candi Jiwa, Kaisin Sarpin bertutur dengan lancar ihwal situs sejarah tersebut, saat ditemui di kediamannya yang tak jauh dari lokasi Candi Jiwa, Kamis (6/5/2021).


Candi Jiwa di Segaran, Batujaya, Karawang (Foto: W-02)

Menurutnya, sekarang sudah ditemukan 62 candi di lokasi yang berbeda, berdasarkan hasil penelitian tim  arkeologi dari Universitas Indonesia (UI), yang dimulai sejak tahun 1984.


Tutur Kaisin, situs yang terbentang dari Batujaya sampai Cibuaya tersebut, diperkirakan berasal dari zaman Kerajaan Tarumanagara, sekitar abad ke-5 sampai abad ke-7 Masehi.


“Saat penelitian itu, saya ikut hadir di area situs. Memperhatikan dan turut mengamankannya,” katanya.


Kaisin, di usianya yang menginjak 84 tahun, kini sudah melepas semua jabatan kepercayaan dari warga lainnya. Puluhan tahun menjabat Ketua RT, Kepala Dusun, kemudian Pengurus Cagar Budaya.


"Hanya satu yang masih dijabat, Ketua DKM AL Mubarokah," tambahnya.


Anak pertama dari sepuluh bersaudra ini, nikah dengan perempuan asli Desa Segaran Kecamatan Batujaya bernama Jener.


Buah pernikahannya, dikaruniai tiga anak yang tinggal tidak jauh dari tempat tinggalnya.


Ketokohan Kaisin Sapin dilontarkan pula oleh penjaga Candi Blandongan, Mahmud Syaripudin.


Tokoh yang banyak tahu asal-usul Candi Jiwa adalah Kaisin Sapin. Malah, dia punya cerita yang dialami sendiri olehnya,” ujar Mahmud.


Tahun 1970, Kaisin pernah membawa ternak domba dua ekor ke unur, yang sekarang bernama Candi Jiwa. Begitu pulang, domba yang satu ekor mati.


Ternyata warga lain pun ada yang punya pengalaman sama. Itulah sebabnya unur (bahasa Sunda: hunyur, gundukan tanah) tersebut dinamai Unur Jiwa. Yang kemudian berubah menjadi Candi Jiwa, ketika di sana ditemukan bebatuan dan bangunan yang diperkirakan berupa candi.


“Masyarakat menamai unur, sesuai dengan apa yang dialami dan dilihatnya. Candi Blandongan, misalnya, itu dulunya Unur Blandongan, karena terlihat seperti blandongan,” papar Kaisin. 


Karena ketokohan dan banyak tahu lokasi situs, maka saat itu ia dipekerjakan dan ikut terlibat dalam berbagai penelitian soal situs Candi Jiwa dan candi-candi lainnya di sana.


Bukti kecintaan Kaisin terhadap budaya  dan sejarah, antara lain tanahnya banyak dipergunkan untuk kepentingan Candi Jiwa, mulai dari penelitian sampai sekarang. (Warin 02)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda