Empat Hal Penyebab Kepala Daerah Korupsi dan Solusinya - serberita

Saturday

Empat Hal Penyebab Kepala Daerah Korupsi dan Solusinya

Asep Warlan Yusuf (Foto: Net)

wartaindustri.id | BANDUNG –
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Jawa Barat dikejutkan dengan maraknya kasus korupsi kepala daerah. Bahkan hampir setengah daerah di Jawa Barat, pernah punya bupati atau walikota yang mengenakan rompi oranye KPK.


Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf menyoroti perilaku korup kepala daerah tersebut.


Menurutnya, ada empat faktor yang membuat seorang kepala daerah terjerat kasus tindak pidana korupsi.


Pertama ialah biaya politik yang besar sehingga saat calon kepala daerah akan berkompetisi di pilkada dibutuhkan modal yang besar.


Pada momentum tersebut, biasanya ada pihak-pihak tertentu yang mendekati calon kepala daerah untuk menjadi donatur atau pemberi dana di ajang pilkada atau disebut dengan investasi politik.


"Investasi politik biasanya tidak gratis, enggak ada makan siang gratis. Jadi kalau Anda terpilih kami bisa lah minta sesuatu atau imbalan. Nah ternyata, ini tidak berhenti saat proses pilkada, tapi setelah pilkadanya juga mereka perlu biaya untuk tim pendukung atau untuk partai," katanya seperti dikutip Antara, Jumat (16/4/2021).


Faktor kedua ialah kepala daerah terpilih biasanya mengotak-ngatik aturan atau norma yang menjadi cara mereka mendapatkan keuntungan atau mendapatkan bagian dari anggaran.


Biasanya hal tersebut dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan birokrasi di pemda atau pemegang proyek,” imbuhnya.


Itu biasanya berkaitan dengan mencari celah, mencari cara untuk bisa mendapatkan keuntungan dari situ.


Jadi ini soal mencari peluang untuk memperkaya diri dengan cara mengotak-ngatik pasal-pasal atau pengawasan,” katanya lagi.


Faktor ketiga ialah gaya hidup seorang kepala daerah dan keluarganya sebelum dan sesudah terpilih berbeda.


Kebutuhan untuk mencari uang setelah terpilih itu tinggi karena mereka ingin kalau tidak bertarung lagi di pilkada ya untuk investasi.


Gaya hidup ini soal gaya hidup yang tidak wajar, sehingga harus mencari uang yang banyak,” tandasnya.


Faktor keempat, seorang kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi karena integritas yang rendah.


"Kalau dia integritasnya bagus walaupun diganggu oleh partai, pengusaha, keluarga, birokrasi kalau imannya kuat maka tidak akan terjadi itu,” tambah Asep.


Seharusnya, tutur Asep, parpol menetapkan syarat integritas tersebut saat mencari calon kepala daerah untuk berlaga di pilkada. Bukan hanya mencari calon yang kaya, tampan atau cantik, atau populer semata.


Lantas Asep Warlan pun menawarkan tiga solusi agar tindak pidana korupsi tidak dilakukan oleh kepala daerah.


Pertama, negara harus menanggung biaya politik bagi calon kepala daerah yang akan berlaga di pilkada, tidak dibebankan sepenuhnya kepada calon kepala daerah.


Sehingga kader atau calon kepala daerah yang tak punya uang, tapi dia punya pengabdian tinggi, loyal dan berkualitas, bisa bertarung di pilkada karena negara menjamin orang terbaik bisa ikut kompetisi di pilkada,” katanya.


Solusi kedua, harus ada Undang-Undang Pengawasan Internal Pemerintahan yang menjadikan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah atau APIP sebagai KPK-nya birokrasi.


Kalau KPK itu mengumumkan, bisa untuk siapa saja. Nah kalau APIP khusus untuk birokrasi. Saat ini oleh inspektorat,” imbuhnya.


Solusi ketiga adalah partai politik juga harus diberi sanksi jika ada anggota atau kadernya melakukan tindak pidana korupsi.


Selama ini, kalau ada kader partai yang melakukan korupsi maka kadernya tersebut akan dipecat. Tapi partainya sendiri tidak pernah disentuh oleh hukum sama sekali. (ant/warin 03)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda