serberita: Parlemen
Showing posts with label Parlemen. Show all posts
Showing posts with label Parlemen. Show all posts

Thursday

Komisi IV DPR RI Musnahkan Jahe Impor Berbahaya, Kang Dedi: “Ayo Tanam Jahe!”

Pemusnahan jahe impor berbahaya.

wartaindustri.id | JAKARTA - Komisi IV DPR RI, melakukan pemusnahan jahe impor, Rabu (23/3/2021). Jahe impor yang dimusnahkan diduga berbahaya, karena mengandung unsur tanah yang membahayakan dari negaranya.


Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi, SH. 

 

Selanjutnya Kang Dedi, sapaan karib Dedi Mulyadi, mengatakan seandainya  saja Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi, dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota membuat program nasional penanaman jahe, mungkin kita tidak harus impor, dan bahkan bisa ekspor jahe ke luar negeri.

 

"Saya tak habis pikir, negeri luas dan tanah terbentang dengan penghuni negerinya memiliki banyak waktu, tetapi kita masih harus impor jahe," ucapnya.

 

Kang Dedi saat memimpin pemusnahan jahe impor. 

Gebrakan Komisi IV DPR RI dalam pemusnahan jahe tersebut langsung dipimpin oleh Kang Dedi. 

 

Bagi masyarakat Kabupaten Purwakarta, Karawang dan seputarnya  tidak aneh, karena gerak mantan Bupati Purwakarta dua periode ini selalu berpihak kepada masyarakat pertanian.

 

Makanya ia berharap ada gerakan menanam jahe secara masif.

 

“Ayo, tanam jahe!” pungkasnya singkat.

(Warin 02)

Monday

DPRD Karawang: Pencemaran Limbah B3 di Gudang PT TJS Melanggar Aturan

Audiensi dengan DPRD Karawang soal limbah B3.  (Foto: ipk)

wartaindustri.id | KARAWANG –
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang menilai pencemaran limbah B3 di Gudang PT Tenang Jaya Sejahtera (TJS) melanggar aturan.


Itulah salah satu kesimpulan audiensi DPRD Karawang dengan berbagai pihak terkait, di Ruang Sudang DPRD Karawang, Kamis (17/3/2021).


Audiensi tersebut tidak menemukan kata sepakat asal muasal pencemaran limbah B3 berupa minyak (limbah oli) yang mencemari lingkungan sekitar PT TJS.


Pengakuan adanya pencemaran limbah B3 tersebut sudah dinyatakan secara tertulis bersumber dari PT Triguna. Akan tetapi perusahaan tersebut tidak dihadirkan oleh PT TJS, sehingga pada akhirnya terjadi saling tuding asal mula pencemaran tersebut.


Sementara itu, menurut perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Karawang, izin penampungan limbah B3 tersebut sudah kadaluarsa sejak maret 2020 lalu dan belum ada perpanjangan. Sedangkan gudang tersebut masih dipergunakan untuk menampung limbah B3.


Oleh karena itu, pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Karawang akan memastikan perizinan Amdalnya.


“Apakah ada atau masih berlaku atau sudah kadaluarsa?” kata perwakilan DLHK Karawang.


Anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar, Asep IB mengatakan bahwa apa pun alasannya, yang jelas pihak pengumpul limbah B3 tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah.


“Kemasan limbah B3 harus disesuaikan dengan karakteristik limbahnya, jika limbah oli dikemas dengan karung, maka itu dapat dipastikan tidak sesuai dengan kaidah penanganan dan pengolahan limbah tersebut, dan jika mencemari maka ada sanksinya,” katanya.


Menurutnya, pemerintah daerah harus tegas.


“Jika ada perusahaan yang dengan sengaja tidak menjalankan peraturan dalam penanganan limbah B3 harus berani memberikan sanksi dengan tegas, bila perlu perusahaan tersebut ditutup,” tandasnya.


Sementara anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat, H. Abas mengatakan perusahaan pencemar lingkungan harus bertanggumg jawab dalam pemulihan pencemaran tersebut dan melakukan tindakan sampai tuntas.

 

Lebih lanjut, menurut dia, perusahaan harus memberikan kompensasi kepada masyarakat yang tercemar dan sekaligus memberikan sosialisasi atas kejadian itu.


“Apalagi lokasi gudang tersebut berada dekat dengan pemukiman. Jika tidak ada penanganan, pihak DLHK harus berani menutup dan tidak boleh berpihak kepada pengusaha,” katanya.


Hasil dari audiensi tersebut, pihak DPRD menyimpulkan opat poin yakni, pertama, akan digelar rapat lanjutan dengan menghadirkan semua pihak termasuk PT Triguna dan Pertamina.

 

Kedua, DPRD komisi III dengan DLHK Karawang akan melakukan kunjungan ke gudang milik PT TJS dan ke PT ASI.


Ketiga, PT TJS harus melibatkan Karang Taruna, masyarakat, dan aparat desa setempat dalam penanggulangan pencemaran.


Dan keempat, sesuai dengan harapan PT ASI selaku yang terdampak meminta agar ada penanganan dengan tuntas.


Pihak PT TJS yang diwakili oleh Direktur PT TJS, Bambang, mengaku sudah melakukan beberapa tindakan dan pencegahan. Di antaranya adalah melakukan pengeboran total ada 52 titik dan melakuan tes dan sedang menunggu hasil analisa.

(ipk/santi)

Thursday

Terduga Koruptor Leha-leha di Senayan, Apa Kabar KPK?


wartaindustri.id | JAKARTA  
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara korupsi fee proyek dan APBD Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan (Lamsel) Tahun Anggaran 2016-2017.

 

Ketiganya adalah mantan Bupati Lamsel, Zainudin Hasan; Asisten I Pemkab Lamsel, Hermansyah Hamidi; dan Kadis PUPR Lamsel, Syahroni.

 

Salah satu nama yang ikut terseret, namun hingga kini masih belum tersentuh KPK adalah Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Daerah Pemilihan (Dapil) Lampung, Ahmad Bastian. Yang bersangkutan secara langsung terkait dengan penerima uang suap tahun 2016, Zainudin Hasan.

 

Berdasarkan data KPK, sang mantan bupati yang tidak lain adalah adik kandung mantan Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, menerima dana suap sebesar Rp9,6 miliar dari Ahmad Bastian, yang saat itu menjabat sebagai pengusaha.

 

Atas kasus suap yang melibatkan Ahmad Bastian tersebut, Zainudin Hasan telah divonis dan saat ini tengah menjalani hukuman pidana selama 12 tahun penjara sejak 2018 lalu.

 

Dari informasi yang diperoleh di lapangan, Ahmad Bastian pun telah menjalani pemeriksaan oleh KPK sebanyak dua kali. Namun hingga kini yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

 

Atas kondisi yang terkesan tebang-pilih dalam pemberantasan koruptor itu, masyarakat Lampung pun mempertanyakan kredibilitas KPK.

 

Sekretaris Jenderal LSM Team Operasi Penyelamatan Aset Negara (TOPAN RI) dalam keterangan resminya menyebutkan, lebih dari dua tahun kasus ini bergulir. Pengaduan masyarakat sudah tak ada henti-hentinya disampaikan ke KPK, DPR RI, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan lain-lain.

 

“Akan tetapi pengaduan terhadap dugaan korupsi suap Ahmad Bastian seperti dicuekin. Bahkan beberapa kali bagian penerima aduan di KPK menanyakan bukti lain yang memang hampir tidak mungkin dimiliki oleh masyarakat pengadu,” papar Edi Suryadi, Minggu (14/3/2021).

 

Edi mengatakan, Ahmad Bastian telah terang-terangan mengakui menyerahkan fee proyek sebesar Rp9,6 miliar kepada Zaenuddin Hasan melalui Agus Bhakti Nugroho. Ini tertulis pada Putusan Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 43/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk untuk terpidana Zainuddin Hasan.

 

Dalam putusan tersebut, Ahmad Bastian sebagai saksi atas Zainuddin Hasan mengakui bahwa ia telah menyetorkan dana ‘pelicin proyek’ infrastruktur di Dinas PUPR Lamsel sejumlah Rp9,6 miliar untuk tahun anggaran 2016 dan 2017.

 

“Jadi menurut dokumen Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang tersebut di atas, nanti akan ketemu antara Syahroni dan Ahmad Bastian,” terang Edi Suryadi yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PPWI Lampung.

 

Menurut Edi, keduanya adalah penyetor fee proyek yang sangat besar dan sama-sama disetorkan kepada Agus Bhakti Nugroho sebagai orang kepercayaan bupati nonaktif Zainuddin Hasan. Syahroni menyetorkan Rp26.073.771.210, sedangkan Ahmad Bastian menyetorkan Rp9.600.000.000.

 

Selanjutnya, Edi mengaku sudah bersurat ke Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BK DPDRI) atas kasus hukum yang menyeret nama Ahmad Bastian selaku Anggota DPD Dapil Lampung.

 

“Sampai saat ini surat kami belum ada jawaban. Kami minta BK DPD-RI memberi teguran dan memproses yang bersangkutan dalam rangka penegakan moralitas anggota Dewan,” tegas Edi Suryadi.

 

Sementara itu Wakil Ketua BK DPD RI, Asep Hidayat, mengaku pihaknya belum menerima surat pelaporan yang dikirimkan LSM TOPAN-RI.

 

“Biasanya ada surat masuk, nanti ada infonya terkait surat masuk tersebut,” ujar Asep.

 

Di tempat lain, saat dikonfirmasi terkait laporan pengaduan kasus dugaan suap Ahmad Bastian, Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan jika pelapor bisa melakukan pengaduan.

 

“Sesuai mekanisme, silakan pelapor bisa bertanya langsung kepada bagian pengaduan masyarakat,” jawab Ali Fikri singkat.

 

Pada kesempatan yang sama, media ini juga meminta tanggapan Wilson Lalengke, seorang tokoh wartawan nasional yang getol menyuarakan penolakannya atas pembiaran terduga koruptor bercokol di lembaga pemerintahan.

 

Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu menyatakan sangat menyayangkan sikap dan pola kerja KPK yang dinilainya mandul dalam penanganan kasus Ahmad Bastian ini.

 

“Sebenarnya saya sudah mulai jenuh ya terkait kasus dugaan korupsi Ahmad Bastian itu. Tapi memang harus tetap disuarakan. Saya heran dengan sikap dan pola pikir para komisioner KPK itu,” kata Wilson Lalengke, di kantornya, Minggu (14/3/2021).

 

Dia menuturkan, berbagai kasus korupsi yang ditangani KPK di beberapa daerah lainnya, oknum bupati yang disuap dan oknum penyuapnya sama-sama ditangkap KPK dan ditahan.

 

“Namun, untuk Ahmad Bastian tidak demikian, dia tetap dibiarkan di luar dan bahkan tiap hari leha-leha berkantor di Gedung Parlemen Senayan,” papar Lalengke.

 

Bahkan, lanjutnya, dia sudah pernah mengatakan, bahwa dengan membiarkan terduga koruptor itu di lembaga parlemen, rakyat Indonesia ini dianggapnya tidak lebih dari kumpulan orang bodoh yang mau saja dibodohi untuk membiayai hidup kriminal.

 

“Bayangkan saja, dengan dia tetap menjabat sebagai anggota Dewan, artinya kita mengeluarkan uang APBN tidak kurang dari Rp1 miliar per tahun untuk membayar gaji dan berbagai tunjangan si anggota yang notabene terduga koruptor itu,” beber Lalengke yang juga lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris ini,

 

Jadi, menurutnya, seharusnya KPK segera menghentikan aliran dana rakyat ke orang-orang seperti itu dengan cara menghentikannya dari kedudukannya sebagai pejabat negara.

 

“KPK yang punya tanggung jawab atas mengalirnya secara sia-sia uang rakyat ke oknum pejabat negara terduga koruptor seperti Ahmad Bastian ini. Tangkap dan penjarakan yang bersangkutan, uang APBN terselamatkan, tidak lagi diberikan kepada oknum itu,” tegas Lalengke menutup percakapan.

( Bhl/Redaksi)

Ad Placement


Copyright © serberita

Teknologi