Sidang Mediasi Ke-3 Deadlock: Nenek Asal Karawang Gugat PT Bumi Artha Sedayu - serberita

Friday

Sidang Mediasi Ke-3 Deadlock: Nenek Asal Karawang Gugat PT Bumi Artha Sedayu

Penggugat bersama puteri dan penasihat hukumnya. (Foto: Bhl)

wartaindustri. Id| KARAWANG —
Sidang lanjutan dengan agenda mediasi ketiga (3) antara Ny. Tuti Hariyati bersama sang putri, Rini Anihayati selaku penggugat  PT Bumi Artha Sedayu tidak ada kata sepakat alias 'deadlock', dalam perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

 

Sidang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Karawang, Kabupaten Karawang, pada Rabu (28/4/2021) siang.

 

Penggugat didampingi penasehat hukum Law FIRM RAR HM, Ronny Perdana Manulang, SH beserta paralegal, sementara tergugat menghadirkan Tim Penasehat Hukum PT Bumi Artha Sedayu, Abidin Ali, SH.

 

Dalam keterangannya kepada wartawan usai sidang, Abidin Ali selaku perwakilan PT Bumi Artha Sedayu, mengatakan terkait gugatan yang dilakukan akan jelas nantinya dalam fakta-fakta di persidangan.

 

"Menurut kita bahwa gugatan yang diajukan oleh si penggugat kepada perusahaan, (harus dipahami) bahwa; pertama tanah tersebut kita tidak pernah gunakan dan dia (penggugat) masih tetap sewakan," kata Abidin.

 

Kemudian, lanjut Abidin, pada saat pihaknya mau menjalankan perjanjian itu (di awal) penggugat tidak mau dengan alasan dia (penggugat) mau menaikkan harga.

 

“Dari harga Rp 150 ribu yang ada di kuitansi, dia meminta Rp 1 juta. Sementara harga NJOP disana minim, terakhir kita beli di kisaran harga Rp 185 ribu. Jadi agak kurang relevan permintaannya," tambahnya.

 

Masih kata Abidin, bahwa pihak perusahaan sangat ingin menyelesaikan permasalahan tersebut.

 

"Sebenarnya kita punya target untuk menyelesaikan semuanya pembayaran (tanah) tersebut. Boleh meningkatkan harga sesuai dengan harga terakhir sekarang, yakni Rp 185 ribu (per meter)," imbuhnya.

 

Abidin juga menjelaskan hal ini (harga) juga karena menyangkut kredibilitas perusahaan di mata para vendor atau developer lainnya.

 

"Apalagi adanya komitmen kita kepada developer yang lain, karena kalau kita membeli tanah di luar dari harga wajibnya di sana justru adalah tidak fair bisnis tentunya," pungkasnya.

 

Sementara kuasa hukum penggugat dari Kantor Hukum Law FIRM RAR HM Ronny Perdana Manulang, SH menegaskan bahwa hasil sidang mediasi ketiga adalah 'deadlock'.

 

"Bahwa apa yang kita harapkan dalam gugatan tidak dapat dipenuhi oleh tergugat, jadi mediasi ketiga kita anggap gagal," tutur Ronny, sosok pengacara bergaya flamboyan ini. 

 

Selain tentang harga, ungkap Ronny, dan atau maupun terkait Sertifikat Hak Milik (SHM) yang membuat pihak tergugat kaget, tentunya dapat dikatakan kelalaian bukan di pihak penggugat, tapi ada pada tergugat.

 

“Karena seharusnya dari awal mereka sudah mau beli tanah atau dalam proses jual beli mereka seharusnya paham atas dasar apa yang akan mereka beli, sudah layak mereka mempertanyakan kepada calon penjual," ungkap Ronny.

 

Di sisi lain, lanjut Ronny, dalam gugatan (sidang mediasi) telah disampaikan, bahwa pihaknya meminta harga Rp 1 juta per meter.

 

"Namun hingga sidang mediasi ketiga ini mereka (tergugat) hanya mampu sanggupi di angka Rp185 ribu per-meter. Jadi kesimpulannya tidak ada kata sepakat alias 'deadlock'. Oleh sebab itu, maka kita lebih baik mungkin lanjut pada materi perkara gugatan," tegasnya.

 

Dalam hal ini pihak penggugat tetap membuka diri kalau memang ada upaya kekeluargaan dari pihak developer (PT Bumi Artha Sedayu).

 

"Meskipun kita terbuka cuma kita harus melihat dulu upaya-upaya apa yang mereka akan inginkan. Apakah akan sesuai dengan kita, apalagi kita kan hanya penawaran dan tentunya tidak akan keras," papar Ronny.

 

"Klien kami juga tidak saklek, bahwa harga yang diajukan adalah harga mati, kan gitu. Cuma sampai saat ini harga yang ditawarkan kepada klien kami sangat-sangatlah jauh dari apa yang diharapkan, oleh karenanya jelas kami tolak," pungkasnya.

(Bhl /Warin)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda